Apa itu belanja impulsif? dan bagaimana cara menghentikannya?

25 Jan 2019 by Kredit Pintar., Last edit: 29 Aug 2022

Ketika sedang hangout di mall tanpa tujuan, tiba-tiba Kamu melihat sepasang sepatu di rak yang tampak paling mentereng dari sepatu lain. Disinari sorot lampu display, dan berada di rak pada level mata membuat sepatu tersebut semakin menarik perhatian. Seketika Kamu merasakan sensasi getaran yang seolah mendorong keinginanmu untuk memiliki sepasang sepatu tersebut.

Kamu tidak sabar ingin membawanya pulang dan memakainya. Bahkan Kamu sudah memikirkan perubahan-perubahan positif yang bisa diberikan sepasang sepatu baru tersebut. Namun sepatu tersebut  bukanlah barang yang Kamu butuhkan saat itu, bukan juga jadi tujuan pembelianmu saat berkunjung ke mall. Lantas mengapa tiba-tiba jadi beli sepatu tersebut?

Perilaku tersebut yang sering dibilang dengan istilah impulsive spending atau pengeluaran impulsif.

Impulsive spending merupakan perilaku yang umum pada zaman ini. Banyaknya pusat perbelanjaan di penjuru kota, eCommerce, dan kemudahan melakukan pembayaran membuat orang lebih mudah memiliki kecenderungan perilaku pembelian impulsif. Nggak peduli seberapa hemat dirimu, pasti Kamu pernah di suatu titik merasa sangat sulit untuk melawan dorongan membeli suatu barang.

Penyebab Impulsive Spending

Impulsive spending sudah menarik perhatian para psikologis sejak tahun 1950-an dan masih terus dipelajari hingga sekarang. Sebenarnya ada beberapa dorongan yang membuat seseorang akhirnya memutuskan untuk membeli suatu barang. Berbeda dari dorongan pembelian lainnya, dorongan untuk belanja menyebabkan seseorang melakukan pengeluaran tak terencana. Sebelum mendalami dorongan pembelian lainnya, ketahui dulu beberapa penyebab seseorang memiliki kecenderungan impulsive spending:

  • Kepuasan emosional

Orang-orang yang memiliki perilaku pembelian impulsif biasanya lekat dengan kecemasan maupun ketidakbahagiaan dalam hidup mereka. Mereka menganggap bahwa dengan berbelanja dan mengeluarkan uang, kondisi psikologis mereka bisa membaik. Penelitian menunjukkan kalau kebanyakan anak muda dan orang-orang yang menganggap berbelanja sebagai bentuk hiburan adalah mereka yang memiliki kecenderungan impulsive spending.

Manusia memang menikmati sensasi barang baru dan menjadikannya sebagai sumber kepuasan batin. Sensasi kesenangan inilah yang dicari saat seseorang menjadikan belanja sebagai terapi mental.

  • #FOMO

Fear of missing out (FOMO) atau ketakutan tertinggal sesuatu juga bisa jadi sebab perilaku impulsive spending. Kamu cenderung mengikuti jejak temanmu untuk membeli barang yang serupa untuk mendapat pengalaman positif yang sama dengan temanmu. Apalagi generasi milennial lebih mengutamakan pengeluaran untuk “membeli pengalaman” ketimbang membeli barang. Kalau ada teman yang nonton konser, Kamu juga jadi ikutan ingin nonton konser. #YOLO kan?

Kamu juga cenderung melihat keseluruhan koleksi satu toko ketika melihat ada satu barang di toko tersebut yang menarik pandanganmu. Kamu takut kehilangan kemungkinan kalau ada barang yang lebih bagus di toko tersebut. Akhirnya, Kamu pun melakukan pembelian yang tidak direncanakan.

  • Ingin “berinvestasi”

Ini bukan model investasi konvensional yang memberi keuntungan nyata. Keinginan “berinvestasi” ini muncul ketika melihat suatu barang bagus yang sedang diskon, walaupun sebenarnya Kamu nggak butuh barang itu. Dengan potongan harga 75% dan kualitas merek tersebut yang terkenal awet, Kamu bisa “berinvestasi’ dalam barang tersebut agar tidak membeli barang sejenis dalam jangka panjang. Seringkali yang terjadi adalah barang tersebut tergeletak berdebu di rumah karena sejak awal Kamu memang nggak butuh barang tersebut. Memang di awal tampaknya Kamu mengambil keputusan cerdas, membeli barang tersebut agar bisa menghemat pengeluaran untuk barang sejenis di kemudian hari. Namun, kalau barang tersebut nggak dipakai, itu artinya kecenderungan impulsive spending sudah membuatmu rugi.

Contoh di atas adalah contoh dari pure impulse atau dorongan yang menjadi penyebab impulsive spending. Setidaknya ada 4 jenis impuls pembelian yang paling umum:

    1. Pure Impulse: dorongan yang mengakibatkan pembelian yang tidak direncanakan. Misalnya saat melihat lukisan yang tampak eksentrik dan seketika Kamu ingin membelinya.
    2. Reminder Impulse: dorongan ketika melihat sebuah produk yang membuatmu ingat kalau Kamu butuh barang tersebut. Misalnya saat melihat baterai dan ingat kalau Kamu butuh itu untuk remote TV di rumah.
    3. Suggestive Impulse: dorongan yang muncul setelah melihat suatu barang dan membayangkan kebutuhanmu akan barang tersebut. Contohnya ketika Kamu membeli raincover tas setelah membeli tas ransel karena muncul dalam rekomendasi aplikasi eCommerce-mu. Hati-hati, karena dorongan ini bisa memicu terjadinya efek diderot!
    4. Planned Impulse: dorongan untuk memanfaatkan promo walaupun pembeliannya tidak terencana. Contohnya membeli barang saat flash sale.

Bahaya Impulsive Spending

  • Impulsive spending kronis

Kalau belanja sudah jadi kebiasaan mencari hiburan, setiap berada di pusat perbelanjaan Kamu memiliki kecenderungan untuk membeli sesuatu, meskipun seringnya nggak butuh apa-apa dari situ. Ketika melihat sesuatu yang bagus di mata, Kamu memiliki keinginan yang kuat untuk membawa pulang barang tersebut. Impulsive spending ini tentunya jadi bahaya lantaran Kamu bisa mengadopsi gaya hidup konsumtif yang bisa merugikan diri sendiri.

  • Penyesalan pembelian

Penyesalan pembelian seringkali jadi perasaan yang mengekor pada keputusan pembelian impulsif. Sepasang sepatu tadinya terlihat bersinar saat di mall, setelah Kamu memakainya di rumah, Kamu jadi bertanya-tanya apa yang Kamu lihat saat di mall tadi. Yang tadinya Kamu berharap mendapat kepuasan setelah membeli barang tersebut, malah penyesalan yang didapat. Akhirnya, bukan memperbaiki kondisi psikologis, justru makin memperburuk keadaan.

  • Memburuknya kondisi keuangan

Kalau Kamu terus menuruti impuls untuk belanja barang-barang yang nggak Kamu butuhkan, kondisi keuanganmu juga akan jadi semakin buruk. Banyak pengeluaran tak terencana yang akhirnya akan membuatmu berhutang untuk menutup kebutuhan. Akhirnya, kalau tidak bisa mengendalikannya, Kamu pun terjebak dalam hutang yang menjerat.

Cara menghentikan impulsive spending

  • Pahami Keinginan vs Kebutuhan

Langkah pertama kalau Kamu ingin bebas dari impulsive spending adalah dengan menyadari perbedaan keinginan dan kebutuhan. Biasanya pembelian impulsif muncul atas dasar keinginan saja, padahal barang yang dibeli tidak dibutuhkan. Saat impuls belanja tersasa muncul, Kamu harus berkata pada dirimu sendiri kalau sebenarnya Kamu tidak membutuhkan barang tersebut, dan tanpa membelinya tidak akan rugi apapun.

  • Buat daftar pengeluaran dan disiplin mengikutinya

Cara praktikal yang paling ampuh adalah dengan membuat daftar pengeluaran dan mengikutinya secara disiplin. Kamu bisa membatasi pengeluaranmu setiap bulan dengan membaginya ke beberapa pos, seperti kebutuhan wajib, menabung, dan bersenang-senang dalam rasio yang tidak memberatkan. Saat berbelanja, Kamu juga perlu membuat daftar belanjaan seperti yang Ibu atau Nenekmu lakukan saat belanja di pasar. Cara ini terbukti ampuh untuk menghindarkan diri untuk membeli barang di luar kebutuhan.

  • Kurangi interaksi dengan pusat perbelanjaan

Faktanya orang-orang senang berada di mall, bukan karena mereka memiliki tujuan belanja, namun lebih cenderung untuk mendapat kebahagiaan karena dikelilingi barang-barang mewah. Kalau Kamu juga gemar hangout di mall dan berakhir membeli barang yang tidak direncanakan, lebih baik mencari alternatif tempat hangout lain yang tidak menyebabkan impuls pembelian. Bila perlu, matikan juga notifikasi aplikasi eCommerce yang Kamu miliki agar tidak muncul keinginan pembelian online.

  • Simpan uang di tempat yang jauh dari jangkauan

Kalau ingin lebih cepat menghilangkan kebiasaan impulsive spending, Kamu bisa menyimpan uangmu di tempat yang sulit dijangkau. Menyimpan uang dalam rekening saja tidak akan cukup karena Kamu masih bisa mengambil uangnya sewaktu-waktu. Kamu bisa menyimpan uangmu dalam Pendanaan P2P lending yang banyak ditawarkan perusahaan fintech. Dengan sistem pendanaan berjangka, di mana uangmu tidak bisa Kamu akses selama melakukan pendanaan, Kamu akan lebih bisa menahan diri melawan impuls pengeluaran. Sebagai bonus, Kamu juga akan dapat imbal balik keuntungan dengan melakukan pendanaan!


Artikel ini ditulis oleh Kredit Pintar, perusahaan fintech yang memberi kemudahan dalam penyaluran pinjaman online bagi seluruh rakyat Indonesia. Ikuti blog Kredit Pintar untuk mendapatkan tips mengatur keuangan lain yang bermanfaat. Ingin mengenal Kredit Pintar lebih dekat?

29 Aug 2022
mobile-close
Pinjam kilat 50 juta!Download