Hibah sudah menjadi kegiatan yang umum di masyarakat, baik itu dilakukan kepada keluarga maupun kepada orang lain. Barang atau benda yang bisa dihibahkan pun beragam, biasanya benda yang dihibahkan berupa barang berharga baik itu yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Namun, hibah tidak hanya sesederhana penyerahan suatu benda atau barang kepada orang lain, ada rukun hibah yang harus dipenuhi dalam prosesnya.
Mari ketahui terlebih dahulu definisi hibah, rukun hibah dan cara menghibahkan tanah berikut ini.
Baca Juga : Ingin Sukses Berbisnis? Pahami Segmentasi Pasar Dulu
Tentang Hibah
Secara umum, hibah memiliki arti pemberian suatu benda atau barang secara sukarela kepada orang lain dengan mengalihkan status hak kepemilikan dari benda atau barang yang diberikan tersebut. Hibah berasal dari bahasa Arab dengan arti pemberian yang dilakukan tanpa mengharapkan imbalan sama sekali. Barang yang dihibahkan bisa kepada siapa pun, baik itu keluarga, kerabat bahkan ke orang yang tidak memiliki hubungan darah sama sekali.
Hibah memiliki pedoman hukum tersendiri di Indonesia yang tersimpan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP). Pada pasal 1666 KUHP dijelaskan bahwa penghibahan adalah suatu persetujuan dengan seorang penghibah menyerahkan suatu barang dengan Cuma-Cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang masih hidup.
Baca Juga : Ide Bisnis Online Untuk Pelajar
Rukun Hibah
Rukun hibah dibagi menjadi dua sudut pandang, yakni berdasarkan sudut pandang syariat Islam dan sudut pandang peraturan hukum yang berlaku. Rukun hibah yang diadaptasi dari syariat Islam berisi syarat-syarat mutlak yang harus dipenuhi saat proses hibah dilakukan. Berikut ketentuan rukun hibah menurut syariat Islam.
- Boleh dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan
- Adanya pihak yang memberi
- Adanya pihak yang menerima
- Kedua pihak, baik yang memberi maupun yang menerima telah berusia dewasa
- Kedua pihak memiliki kondisi waras dan sepenuhnya sadar akan tindakan yang sedang dilakukan
- Hibah tidak boleh dilakukan kepada orang yang belum dilahirkan
- Benda atau barang yang dihibahkan memiliki wujud yang bisa dilihat, baik itu benda bergerak maupun tidak bergerak
- Adanya pengucapan akad sebagai tanda serah terima antara pihak yang memberi dan yang menerima, dilakukan dengan ikhlas.
Adapun rukun hibah atau syarat terjadinya penghibahan berdasarkan peraturan hukum yang berlaku, yang termaktub dalam BAB X Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP), yang secara singkat bisa disampaikan sebagai berikut :
- Penghibahan wajib dilakukan dengan akta notaris, yang mana naskah aslinya wajib disimpan oleh notaris. Bila tidak demikian maka penghibahannya tidak akan sah.
- Penghibahan baru akan sah bila sudah ada pernyataan dari penerima hibah untuk menerima benda atau barang yang dihibahkan tersebut.
- Penghibahan hanya bisa berlangsung bila pihak penghibah masih hidup, begitu pula pihak yang menerima hibah masih hidup.
Baca Juga : Ini Daftar Bisnis yang Akan Booming di 2022
Syarat Hibah Tanah
Barang-barang yang bisa dihibahkan meliputi barang bergerak maupun barang yang tidak bergerak. Salah satu contoh barang yang tidak bergerak adalah tanah atau lahan. Sebagai aset yang berharga, hibah tanah memiliki syarat-syarat yang spesifik yang tentunya juga sudah diatur secara hukum.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia, tanah bisa dihibahkan jika dilengkapi dokumen resmi. Dokumen yang dimaksud berupa surat perjanjian hibah yang dibuat di depan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Surat perjanjian hibah atau akta hibah harus didaftarkan ke kantor pertahanan yang berada di domisili setempat.
Saat pembuatan surat perjanjian hibah dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), setidaknya harus ada dua orang lainnya yang bertindak sebagai saksi. Pembuatan surat perjanjian hibah ini sangat penting untuk memproteksi hak milik dari kemungkinan-kemungkinan seperti sengketa oleh orang lain.
Peraturan yang memuat tentang hibah tanah termaktub dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 yang berbunyi
- “Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, terkecuali pemindahan hak melalui lelang yang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
Selain itu, terdapat aturan mengenai syarat hibah tanah yang harus dipenuhi agar sah di mata hukum. Peraturan tersebut termaktub dalam Pasal 19967 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang kurang lebihnya menyatakan :
- Benda atau barang yang akan dihibahkan memiliki wujud, dan tidak sedang dalam proses perencanaan atau pembangunan
- Barang atau benda yang akan dihibahkan tidak sedang terikat pada perjanjian tertentu, seperti harta gono-gini dan pegadaian
- Benda atau barang yang dihibahkan memiliki nilai kebermanfaatan bagi sang penerima hibah
- Kedua pihak, yakni pihak pemberi dan penerima hibah harus sudah berusia dewasa sesuai batasan umur yang berlaku
- Wajib adanya pembuatan surat perjanjian hibah di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
- Naskah atau akta notaris yang asli akan disimpan oleh notaris khusus yang sudah disepakati pihak pemberi dan penerima hibah
Bagaimana jika tanah akan dihibahkan ke anak? Syaratnya kurang lebih sama. Syarat hibah tanah ke anak tidak berbeda jauh dengan aturan yang ada, tetapi harus dipastikan bahwa anggota keluarga lainnya juga menyetujui penghibahan tersebut. Pastikan juga saat penghibahan, pihak orang tua atau pemberi hibah masih hidup sampai proses hibah selesai.
Karena jika pihak orang tua atau pemberi hibah sudah meninggal, itu akan termasuk ke dalam wasiat. Hibah dan wasiat memang sama-sama memberikan suatu benda atau barang kepada orang lain secara sukarela, tetapi yang membedakan adalah status sang pemberi yang masih hidup atau sudah tiada. Baik hibah maupun wasiat memiliki aturan, syarat dan dasar hukumnya masing-masing.
Adapun kewajiban yang ditimpakan kepada sang pemberi hibah setelah tanahnya dihibahkan, yakni pemenuhan pajak penghasilan. Sedangkan kepada penerima hibah dikenakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Namun, memungkinkan adanya pengecualian bila penghasilan pihak yang terkait di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Demikian informasi seputar rukun hibah dan syarat hibah tanah yang sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku. Sebelum melakukan penghibahan penting untuk memahami segala aturan yang harus dipenuhi agar hibah dapat sah secara hukum.
Artikel ini ditulis oleh Kredit Pintar, perusahaan fintech berizin dan diawasi OJK yang memberi kemudahan dalam penyaluran pinjaman online bagi seluruh rakyat Indonesia. Ikuti blog Kredit Pintar untuk mendapatkan informasi, tips bermanfaat, serta promo menarik lainnya.