Setelah mengalami kenaikan ke 11% pada 2022, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan mengalami kenaikan ke angka 12% pada 2025. Pada masa perencanaan peningkatan PPN, kabarnya Menteri Keuangan Indonesia menyampaikan bahwa hal tersebut dilakukan agar Indonesia bisa sejajar dengan negara-negara anggota The Organization for Economic Cooperation and Development. Masalahnya, dengan PPN 12%, pendapatan masyarakat Indonesia masih tergolong relatif rendah. Tentu, hal tersebut mengundang kontroversi di segala lapisan masyarakat Indonesia. Kenali selengkapnya mengenai PPN 12% di Indonesia dari artikel berikut.
Apa Itu PPN dan Bagaimana Cara Menghitungnya
PPN adalah jenis pajak yang diberlakukan atas transaksi jual beli, baik pada barang maupun jasa, yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pada dasarnya, konsumen lah yang akan dikenai beban PPN tersebut dan nantinya, PKP akan menyetorkan dan melaporkan jumlah PPN yang dipungut di tahun berjalan.
Pada 2024, besaran PPN di Indonesia adalah 11%. Untuk menghitungnya, ikuti cara berikut.
Apabila konsumen membeli seporsi makanan di restoran dengan harga Rp100.000, maka PPN yang harus dibayarkan konsumen itu adalah Rp100.000 x 11% = Rp11.000.
Harga makanan tersebut menjadi Rp 111.000,- setelah PPN.
PPN 12% Berlaku Kapan
Kenaikan PPN 12% diatur dalam UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dalam UU tersebut, ditetapkan bahwa kenaikan PPN dari 11% menjadi PPN 12% berlaku mulai dari 2025. Kenaikan tersebut diperkirakan akan berdampak luas pada berbagai aspek ekonomi Indonesia. Secara langsung, harga barang dan jasa akan meningkat, yang dapat menurunkan daya beli masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah, serta mempengaruhi konsumsi domestik.
Kenapa PPN Naik 12%?
Peningkatan PPn 12% tersebut dirancang karena adanya inisiasi dalam menjaga kesehatan APBN agar mampu merespon berbagai krisis. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah memuat aturan mengenai tarif PPN sebesar 10%. Selain itu, ketentuan selengkapnya juga memuat seputar batas kenaikan minimum 5% dan maksimum 10%. Namun, setelah ketentuan tersebut bertahan lama, akhirnya UU tersebut mengalami revisi pada 2009. Pada 2021, terdapat perubahan mengenai UU tersebut berupa kenaikan sebesar 11% yang berlaku mulai 2022. Selanjutnya, pada 2025, tarif PPN naik menjadi 12%.
Di sisi bisnis, kenaikan ini berpotensi meningkatkan biaya operasional, mengurangi margin keuntungan, dan menantang daya saing UMKM. Namun, dari sisi pemerintah, tambahan penerimaan negara dari kenaikan PPN dapat mendukung program pembangunan dan mengurangi defisit anggaran.
PPN 12% Untuk Apa Saja
Banyak masyarakat yang mempertanyakan PPN 12 persen untuk apa saja. Sebenarnya, pemerintah telah menetapkan berbagai jenis produk dan jasa yang dikenai dan tidak dikenai PPN dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Contoh barang yang dikenakan PPN di antaranya;
- Pakaian
- Tas
- Sepatu
- Produk otomotif
- Perangkat elektronik
- Layanan streaming musik dan film; Netflix, Spotify, YouTube Music, dll.
Sementara itu, berikut adalah daftar barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN:
- Uang dan emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara dan surat berharga.
- Jasa keagamaan
- Jasa kesenian dan hiburan
- Jasa perhotelan (sewa kamar/ruangan)
- Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum
- Jasa penyediaan tempat parkir
- Jasa boga dan katering, dan sebagainya.
Namun perlu diingat bahwa sebagian barang dan jasa yang tidak dikenai PPN ini masih tetap menjadi objek pajak daerah, dan retribusi daerah.
Artikel ini ditulis oleh Kredit Pintar, perusahaan fintech berizin dan diawasi OJK yang memberi kemudahan dalam penyaluran pinjaman online bagi seluruh rakyat Indonesia. Ikuti blog Kredit Pintar untuk mendapatkan informasi, tips bermanfaat, serta promo menarik lainnya.