Di Indonesia gorengan menjadi makanan yang agaknya wajib untuk selalu ada. Makan tanpa gorengan rasanya tidak lengkap. Begitupun ketika ngopi, ditemani gorengan jadi makan nikmat.
Dengan masyarakat yang hampir sebagian besar menyukai gorengan membuat konsumsi minyak goreng di Indonesia tinggi. Berdasarkan data dari Global Agricultural Information Network USDA 2019, Indonesia menjadi konsumen minyak goreng terbesar. Jumlah kebutuhan minyak goreng mencapai 13.110 ribu metrik ton pada tahun 2019.
Banyaknya kebutuhan minyak goreng, tentu mempengaruhi juga banyaknya limbah bekas pakainya. Minyak goreng yang telah dipakai berulang, memang sudah tidak layak lagi untuk digunakan memasak. Hal itu dapat memicu berbagai penyakit serius, seperti jantung, kolesterol, bahkan kanker.
Akan tetapi tidak menggunakan lagi minyak goreng bekas dan membuangnya, juga bukan solusi yang tepat. Minyak goreng bekas pakai yang dibuang pada saluran air, ternyata dapat menimbulkan berbagai masalah lingkungan. Oleh karena itu, sebaiknya minyak goreng tidak lagi dibuang sembarangan.
Dampak Membuang Limbah Minyak Goreng bagi Lingkungan
Minyak goreng bekas pakai sudah seharusnya diperlakukan sebagai limbah. Dimana minyak goreng bekas atau jelantah, tidak dibuang sembarangan. Pembuangan jelantah yang sembarangan ini, menimbulkan berbagai masalah lingkungan. Permasalahan keindahan dan pencemaran lingkungan menjadi dampak dari perbuatan tersebut.
Jelantah yang dibuang sembarangan, dapat menyebabkan bau dan perubahan warna pada sungai. Hal itu kemungkinan disebabkan oleh proses penguraian minyak jelantah menjadi senyawa kimia lain. Sehingga menyebabkan perubahan warna air menjadi kecoklatan, bahkan hitam. Kondisi tersebut tentu sangat merusak keindahan.
Dampak lainnya berupa pencemaran lingkungan yang dapat merusak ekosistem. Minyak jelantah yang mencemari perairan membuat kualitas air menurun. Akibatnya dapat menimbulkan kenaikan angka BOD dan COD.
Pembuangan jelantah menyebabkan meningkatnya jumlah oksigen terlarut yang diperlukan mikroorganisme mengurai bahan organik. Kondisi ini yang kemudian disebut dengan Biological Oxygen Demand (BOD). Sementara itu, dampak lain berupa Chemical Oxygen Demand (COD) turut menyertainya. COD adalah jumlah senyawa kimia terhadap oksigen yang dibutuhkan untuk mengurai bahan organik.
Dua aspek, berupa BOD dan COD merupakan kriteria dalam penilaian kebersihan air. Tingginya angka BOD dan COD menandakan air mengalami pencemaran. Kondisi tersebut menjadi penanda turunnya kualitas air guna kelangsungan ekosistem air dan mengganggu keindahan.
Sebenarnya ada alternatif lain untuk mengatasi jelantah, agar tidak lagi mencemari lingkungan. Mulai dari memadatkan minyak jelantah terlebih dahulu sebelum dibuang, hingga mengolahnya kembali. Cara tersebut menjadi pilihan terbaik agar kelestarian lingkungan dapat terjaga.
Pemanfaatan Minyak Jelantah
Minyak jelantah yang sudah tidak bisa dipakai lagi sebenarnya masih dapat memiliki nilai guna. Akan tetapi, mungkin sebagian orang belum mengetahuinya. Minyak jelantah, dapat dimanfaatkan untuk keperluan rumah tangga hingga industri.
Bagi kepentingan rumah tangga, minyak jelantah dapat digunakan untuk keperluan lain, selain memasak. Minyak jelantah dapat dimanfaatkan sebagai alat pelumas rumah tangga, seperti pada engsel yang berdecit. Selain itu, juga bisa dimanfaatkan untuk menghilangkan noda cat di kulit, hingga sebagai pupuk kompos tanaman dengan mencampurkannya bersama tanah.
Pada bidang industri, minyak jelantah bisa mendatangkan profit yang menjanjikan. Sebab minyak jelantah memiliki nilai pasar yang cukup tinggi. Bahkan omzet menggeluti bisnis ini bisa mencapai ratusan juta per bulannya.
Harga yang tinggi dari minyak jelantah dapat dikatakan wajar. Sebab daur ulang minyak jelantah dapat menghasilkan produk turunan berupa biodiesel. Biodiesel inilah yang dapat dimanfaatkan sebagai pengganti minyak solar untuk mesin diesel pada alat transportasi maupun industri.
Biasanya para pebisnis minyak jelantah lebih tertarik untuk mengekspor minyaknya, dibandingkan menjualnya di dalam negeri. Pilihan tersebut sangat wajar, karena harga minyak jelantah di luar negeri jauh lebih tinggi.
Menurut ICCT dan Koaksi Indonesia, harga minyak jelantah di luar negeri 2 kali lipat besarnya, dibanding di Indonesia. Minyak jelantah dari Indonesia bisa dihargai sekitar Rp 5000 – Rp 7000. Sementara itu, di produsen biodiesel Indonesia, dihargai sekitar Rp 3000 saja.
Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pengusaha minyak jelantah memilih melakukan ekspor. Indonesia sendiri tercatat getol melakukan ekspor minyak jelantah. Pada tahun 2019, Indonesia dapat mengekspor minyak jelantah sebanyak 184.090 kiloliter dengan harga US$ 90,23 juta.
Sebenarnya, langkah pemanfaatan minyak jelantah pada sektor industri di Indonesia sudah mulai ada di beberapa kota. Hal itu dapat dikatakan sebagai implementasi dari konsep ekonomi kreatif. Dimana pengetahuan akan daur ulang limbah diterapkan.
Konsep penerapan ekonomi kreatif dalam bidang daur ulang minyak jelantah dapat dikatakan menarik. Produk limbah yang masih banyak terbuang, tetapi mendatangkan cuan. Hal ini yang kemudian mendorong beberapa pihak ingin ikut serta dalam dunia bisnis minyak jelantah.
Kiat Sukses Bisnis Minyak Jelantah
Jika Anda ingin memulai bisnis minyak jelantah, tetapi merasa bingung untuk memulainya. Maka tips ini mungkin akan berguna bagi Anda. Berikut ini beberapa tips yang perlu diperhatikan sebelum memulai bisnis minyak jelantah:
- Memastikan Adanya Kebutuhan Minyak Jelantah
Sebelum memulai bisnis minyak jelantah, ada baiknya melakukan riset terlebih dahulu akan kebutuhan barang tersebut. Hal ini dapat dimulai dengan melihat kebutuhan dalam negeri. Misalnya terjadi kelangkaan BBM yang cukup merata di Indonesia, dan minyak jelantah dibutuhkan untuk biodiesel.
Selain riset dalam negeri, pengetahuan akan kebutuhan minyak jelantah di luar negeri juga dibutuhkan. Hal tersebut mengingat harga ekspornya jauh lebih tinggi. Selama ini ada beberapa negara dari Eropa maupun Asia yang menjadi tujuan ekspor minyak jelantah. Negara tersebut seperti Belanda, Singapura, Korea Selatan, Malaysia, dan China.
- Membuat Jejaring Bisnis
Membangun jejaring bisnis sangat dibutuhkan untuk saling bertukar informasi dan menjalin koneksi bisnis. Bergabung dengan organisasi seperti Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) sangat berguna untuk mendapatkan relasi dengan visi serupa. Selain itu juga, peluang akan adanya kerja sama terbuka lebar.
- Melibatkan Masyarakat Sekitar
Pengusaha minyak jelantah perlu melibatkan masyarakat demi kelangsungan bisnisnya. Masyarakat bisa dilibatkan sebagai sumber pemasok minyak jelantah. Cara mendapatkan minyak jelantah dari masyarakat, turut membantu mereka untuk memperoleh penghasilan sampingan dari limbah.
Cara melibatkan masyarakat dapat dilakukan dengan memberdayakan mereka untuk mengumpulkan limbah jelantah. Dalam hal ini, sistem profit sharing bisa menjadi pilihan. Dapat dilakukan dengan memberi upah bagi minyak jelantah yang disetorkan sesuai kesepakatan.
- Mengedepankan Inovasi
Inovasi menjadi salah satu aspek dalam konsep ekonomi kreatif. Hal ini juga pantas untuk diterapkan dalam bisnis minyak jelantah. Inovasi dapat dilakukan pada cara pengumpulan, maupun penjualan minyak jelantah.
Pada taraf cara mengumpulkan minyak jelantah, Anda bisa menerapkan sistem bak sampah sebagai cara mendapatkan barang tersebut. Sistem ini bisa dilakukan dengan membuat bak jelantah per RT atau RW. Cara ini dapat dikatakan efektif untuk memudahkan masyarakat dan pengusaha.
Dengan nilai guna yang besar, minyak jelantah berubah menjadi komoditi yang menjanjikan. Minyak jelantah dapat mendatangkan untung besar. Selain itu, bisnis ekonomi kreatif yang satu ini juga turut menyelamatkan lingkungan.
Artikel ini ditulis oleh Kredit Pintar, perusahaan fintech terdaftar dan diawasi OJK yang memberi kemudahan dalam penyaluran pinjaman online bagi seluruh rakyat Indonesia. Ikuti blog Kredit Pintar untuk mendapatkan informasi dan tips lain yang bermanfaat.