Latte factor adalah istilah yang merujuk pada pengeluaran-pengeluaran kecil yang dilakukan secara rutin dan pada akhirnya berdampak besar pada total pengeluaran bulanan. Isitilah ini mulai popluer setelah dibahas oleh seorang motivator dan pengusaha bernama David Bach dalam bukunya “Finish Rich”. Kata “latte” yang umum digunakan dalam dunia kopi ini mengacu pada kebiasaan membeli kopi yang dilakukan hampir secara rutin.
Pengeluaran untuk membeli kopi ini dianggap remeh karena nominalnya yang tidak besar. Namun kebiasaan yang dilakukan secara terus-menerus ini tanpa sadar telah menggerus jatah pengeluaran bulanan yang seharusnya dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih penting.
Latte factor yang sedikit lama-lama menjadi bukit
Layaknya kopi, pengeluaran yang dianggap kecil, jika dilakukan secara terus-menerus akan menjadi beban di kemudian hari. Jika dilihat, pengeluaran setara segelas kopi memang tidak sebanding dengan tagihan listrik bulanan. Namun kembali pada konsep bahwa semua yang sedikit lama-lama akan menjadi bukit. Agar tidak terjerumus dalam fenomena latte factor ini, berikut adalah beberapa kebiasaan yang mungkin menjadi penyebab keuangan tekor.
- Nongkrong di coffee shop
Ada yang berpendapat, jika ingin minum kopi yang berkualitas, harus di coffee shop mahal. Padahal tidak harus demikian. Belum lagi jika anggapan ini digabungkan dengan kebiasaan “nongkrong” di coffee shop setelah jam kerja. Coba bayangkan saja berapa biaya yang harus dikeluarkan setiap bulannya hanya untuk segelas kopi setiap hari.
Walaupun rasanya sepele, misalnya saja Rp30.000,- untuk segelas kopi, tapi ketika dilakukan setiap hari, maka jika dilakukan selama satu bulan totalnya menjadi Rp900.000,-. Memang jika dibandingkan dengan gaji bulanan, kebiasaan ini mungkin hanya sekitar 10-20%-nya. Namun alangkah lebih baik, jika keperluan rekreasional semacam ini dapat dikurangi dan dialihkan ke pos-pos yang lebih penting.
- Belanja online dan food delivery
Waktu yang terbatas dan pekerjaan yang padat membuat fasilitas serba online menjadi hal yang banyak dicari. Online shop hingga layanan pesan antar makanan merupakan dua hal paling sering digunakan saat ini. Tidak ada salahnya memang memanfaatkan layanan-layanan tersebut. Karena memang pada faktanya layanan berbasis online dapat memberikan berbagai macam keuntungan.
Namun sebaiknya penggunaannya perlu dilakukan secara bijak, agar tidak terjerumus dalam kebiasaan boros. Jangan mudah tergiur dengan diskon atau flash sale. Aneka layanan tersebut dapat digunakan untuk membeli barang atau makanan yang memang sedang dibutuhkan atau benar-benar diinginkan sejak lama. Hindari pula melakukannya setiap hari karena dapat menggerogoti keuangan tanpa disadari.
- Layanan atau aplikasi berbayar
Hiburan menjadi salah satu cara mengusir kebosanan. Saat ini pun berbagai layanan atau aplikasi-aplikasi yang menyediakan konten-konten hiburan, mulai dari musik, streaming film, hingga tontonan lainnya. Keberadaan layanan ini tentu dapat membantu menghilangkan rasa lelah, terlebih jika tidak memiliki waktu lebih untuk bepergian.
Meski demikian, penggunaan layanan ini perlu dilakukan dengan perhitungan yang cermat. Sia-sia rasanya apabila sudah melakukan pembayaran untuk berlangganan aplikasi tertentu, namun jarang dimanfaatkan. Sehingga lebih baik pertimbangan kembali dan lakukan seleksi, layanan berbayar apa saja yang paling penting dan sering digunakan. Agar tidak berujung pada kebiasaan yang merugikan diri sendiri.
- Terlalu sering mengunjungi minimarket
Bukan hal yang salah ketika membeli barang yang dibutuhkan di minimarket terdekat. Justru bisa memangkas biaya transport karena tidak perlu bepergian dengan kendaraan. Namun, apabila dilakukan terlalu sering malah bisa menjadi pengeluaran kecil yang tanpa disadari dapat menggerogoti pengeluaran bulanan.
Keberadaan minimarket yang tersebar di mana-mana seakan memanjakan pelanggannya karena dapat membeli apapun yang diinginkan dengan mudah dan cepat. Kebiasaan terlalu sering membeli barang-barang yang terlalu sering ini perlu dikurangi. Terlebih jika barang tersebut bukan kebutuhan pokok.
Kebiasaan latte factor sudah menjadi seperti hal yang biasa. Hal yang lebih ironi adalah kondisi ini lebih sering ditemukan pada generasi muda yang sangat dekat dengan teknologi dan segala macam fasilitas terkini. Kebiasaan yang menggap remeh pengeluaran kecil ini sebaiknya perlu segera disadari agar tidak menjadi beban di kemudian hari.