Berapa pajak UMKM yang harus dibayar kepada negara? Bagaimana cara perhitungan pajaknya? Simak penjelasan lengkapnya di bawah ini! UMKM merupakan singkatan dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang jenis usahanya bebas serta berdiri sendiri.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 membedakan UMKM ke dalam tiga jenis yakni mikro, kecil, dan menengah sesuai dengan makna kepanjangan namanya. Lalu, apa saja kriteria yang harus diketahui untuk menggolongkan ketiga jenis usaha tersebut?
Baca juga: Pengertian Pajak, Fungsi, dan Jenis-jenisnya
Apa Itu UMKM?
Dikutip dari laman resmi perpajakan menjelaskan bahwa UMKM memiliki peranan yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan ekonomi nasional secara menyeluruh. Alasannya karena UMKM mampu menyerap tenaga kerja lokal secara jelas dan nyata dalam jumlah banyak selama rentang waktu satu dekade terakhir.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, secara garis besar, ada tiga jenis usaha yang dikategorikan dalam UMKM yakni usaha mikro, kecil dan juga menengah. Dilansir dari laman SNI Consulting, suatu usaha digolongkan sebagai usaha mikro jika memiliki kekayaan bersih sebesar 50 juta rupiah.
Nominal tersebut tidak termasuk dalam perhitungan bangunan dan tanah yang ditempatinya. Hasil penjualan usaha mikro pun mesti mencapai minimal 300 juta rupiah per-tahunnya.
Sementara itu, suatu usaha dikatakan termasuk usaha kecil jika mempunyai kekayaan bersih sebesar 50 juta rupiah namun kebutuhan yang digunakan maksimal mencapai 500 juta rupiah. Hasil penjualannya pun harus mencapai minimal 300 juta rupiah dan maksimal 2,5 milyar rupiah per-tahunnya.
Untuk usaha kategori menengah, kekayaan yang dimiliki harus sudah mencapai 500 juta rupiah hingga 10 milyar rupiah belum termasuk dalam harga tanah dan bangunan. Hasil penjualan produk usaha-nya pun harus mencapai 2,5 milyar hingga 50 milyar rupiah per-tahunnya.
Setelah mengetahui apa itu UMKM, sekarang Sobat Pintar harus mengetahui juga ciri-ciri suatu usaha bisa digolongkan sebagai UMKM. Hal ini penting agar Sobat mengetahui apakah usaha yang dimiliki termasuk ke dalam jenis UMKM atau tidak.
Apa saja ciri-cirinya? Berikut beberapa diantaranya.
- Modal usahanya tidak bersumber dari kreditor atau bank
- Cakupan usaha masih terbilang kecil
- Jumlah karyawan hanya lima hingga dua puluh orang
- SDM karyawannya memiliki tingkat pendidikan yang relatif rendah
- Usaha belum memiliki NPWP, legalitas izin usaha, dan sebagainya
- Lokasi usaha tidak strategis
- Sistem manajemen masih dilakukan dengan cara sederhana
- Sistem manajemen keuangannya belum lengkap
- Belum memiliki kegiatan ekspor atau impor. Kalaupun ada, jumlahnya masih sangat kecil
Aturan Pajak bagi UMKM dan Pengusaha Online Shop (Olshop)
Dilansir dari laman Kompas.com, setiap pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) termasuk di dalamnya pengusaha online shop (olshop) memiliki kewajiban untuk membayar pajak ketika mereka mendapatkan keuntungan ratusan hingga miliaran rupiah setiap tahunnya.
Hal ini ditentukan secara resmi dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2018. Besar pajak yang diberikan adalah sebesar 0,5 persen dari penghasilan bruto yang didapatkan. Syaratnya adalah jika penghasilan bruto yang dimilikinya tidak melebihi 4,8 miliar rupiah per-tahun. Penting untuk diketahui bahwa persentase yang dikenakan ini cenderung lebih turun daripada tarif pajak sebelumnya yakni 1 persen.
Secara umum, besar nominal pajak tersebut berlaku untuk berbagai bentuk UMKM baik itu toko ritel maupun e-commerce. Maksimal pajak dibayar setiap tanggal 10 per-bulannya. Namun, ada juga ketentuan tambahan mengenai alokasi waktu yang berbeda bagi tiap UMKM untuk menggunakan tarif ini sesuai dengan jenis usaha mereka lakoni.
Tujuan alokasi waktu ini adalah agar tiap UMKM dapat belajar cara pembukuan serta pelaporan keuangan yang harus dibuat. Besar alokasi waktu untuk tiap jenis UMKM antara lain:
- Untuk wajib pajak (WP) perorangan dapat menikmati tarif PPh final sebesar 0,5 persen dalam jangka waktu 7 tahun
- Untuk WP badan usaha yang berbentuk Persekutuan Komanditer (CV), Firma, dan Koperasi diberi jangka waktu 4 tahun
- Untuk WP Perseroan Terbatas (PT) hanya bisa menikmati tarif 0,5 persen dalam waktu 3 tahun
Lalu bagaimana dengan usaha-usaha yang memiliki omset atau keuntungan lebih dari 4,8 miliar rupiah per-tahunnya? Apakah ketentuan yang berlaku sama atau pemerintah memiliki aturan terbaru mengenai hal tersebut?
Baca juga: Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia
Menariknya, baru-baru ini pemerintah per-tahun 2022 mengumumkan ketentuan terbaru mengenai besar pajak UMKM yang harus dibayarkan oleh semua UMKM. Bagaimana ketentuan tersebut dan apa dampaknya bagi para pelaku UMKM? Yuk, simak penjelasan lengkapnya di bawah ini.
UU HPP 2022 Baru untuk UMKM Sesuai Besar Penghasilan
Dilansir dari laman Kompas.com, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Kemenkeu Neilmaldrin Noor mengatakan bahwa apabila omzet pelaku usaha lebih dari 4,8 miliar per-tahunnya maka akan berlaku skema perhitungan pajak secara normal melalui sistem pembukuan atau norma perhitungan penghasilan neto.
Hal itu sudah diatur dalam Undang-undang PPh Pasal 17 Ayat 5 yang berbunyi,” Besarnya pajak yang terutang bagi WP pribadi dalam negeri sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 16 Ayat 4 dihitung sebanyak jumlah hari dalam bagian tahun pajak tersebut dibagi 360 lalu dikalikan dengan pajak yang terutang untuk periode satu tahun pajak.”
Selain itu, dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menyatakan bahwa pelaku usaha yang mendapat penghasilan sebesar 500 juta hingga 5 miliar rupiah per-tahunnya akan dikenakan pajak sebesar 30 persen. Bagi yang penghasilannya di atas 5 miliar rupiah per-tahunnya akan dikenakan pajak sebesar 35 persen.
Namun pada 2022, pemerintah melalui akan disahkannya UU HPP baru berniat membebaskan PPh untuk UMKM perseorangan yang omzetnya cuma di bawah 500 juta rupiah per-tahunnya. Dan peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022.
Jadi kesimpulannya, UMKM yang berpenghasilan di bawah 500 juta rupiah per-tahunnya dan semula dikenakan PPh final 0,5 persen maka mulai tanggal tersebut akan dikenai pajak UMKM sebesar 0 persen.
Simulasi Perhitungan Pajak UMKM
Mengingat adanya peraturan baru yang akan diberlakukan mulai April 2022 nanti, maka perlu kiranya untuk mengetahui bagaimana cara menghitung berapa jumlah pajak UMKM yang akan dibayar. Contoh kasus simulasi perhitungan pajak bagi para UMKM dengan omzet masing-masing yang berbeda satu sama lain akan dijelaskan di bawah ini.
Bila Penghasilan UMKM Sebesar 50 Juta Rupiah Per-Bulan
Contoh kasus pertama adalah UMKM yang penghasilannya sebesar 40 juta rupiah per-bulan.
Maka perhitungan penghasilan bruto-nya dalam satu tahun adalah:
= Rp. 40 juta × 12 bulan = Rp. 480 juta per-tahun
Oleh karena di bawah 500 juta rupiah per-tahunnya maka UMKM tersebut tidak akan dikenakan pajak UMKM.
Baca juga: Seluk-beluk Tarif Pajak Proporsional di Indonesia
Bila Penghasilan UMKM Sebesar 100 Juta Rupiah Per-Bulan
Contoh kasus kedua adalah UMKM yang mendapatkan penghasilan sebesar 100 juta rupiah per-bulan-nya. Dari hasil perhitungan bruto-nya, maka dalam satu tahun didapatkan:
= Rp. 100 juta × 12 bulan = Rp. 1,2 miliar per-tahun.
Oleh karena penghasilannya sebesar 1,2 miliar rupiah per-tahun, maka hal tersebut berarti penghasilan tersebut sudah masuk dalam syarat Penghasilan Kena Pajak (PKP).
Alhasil, UMKM tersebut akan dikenakan PPh final sebesar 0,5 persen dengan rincian 5 bulan pertama bebas pajak karena adanya ketentuan batas peredaran bruto 500 juta rupiah seperti yang telah ditetapkan.
Sementara itu, untuk enam hingga dua belas bulan berikutnya (selama 7 bulan) baru dikenai pajak sebesar 0,5 persen.
Maka jumlah pajak UMKM yang harus dibayarkan adalah:
= Penghasilan bruto dalam 7 bulan yang dikenakan pajak × 0,5 persen
= Rp. 700 juta × 0,5 persen = Rp. 3,5 juta
Penurunan ketentuan batas peredaran bruto yang membuat besar pajak UMKM para pelaku usaha semakin kecil memberi dampak positif. Hal ini akan sangat membantu para pelaku usaha kecil untuk makin berkembang ke depannya.
Nah, setelah mereka berkembang pesat nanti dengan jumlah penghasilan yang besar, barulah akan dikenakan pajak. Jelas kebijakan ini tidak hanya akan berpengaruh bagi UMKM saja melainkan juga memberi dampak bagi perusahaan-perusahaan besar yang kerap menjadi mitra dari para pelaku usaha kecil tersebut misalnya saja sebagai supplier atau distributor.
Artikel ini ditulis oleh Kredit Pintar, perusahaan fintech terdaftar dan diawasi OJK yang memberi kemudahan dalam penyaluran pinjaman online bagi seluruh rakyat Indonesia. Ikuti blog Kredit Pintar untuk mendapatkan informasi, tips bermanfaat, serta promo menarik lainnya.