Pernah mengalami situasi di mana seseorang membuat Sobat Pintar selalu merasa bersalah dan bersedia melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya? Awas! Bisa jadi Sobat Pintar sedang menjadi korban guilt trip.
1. Apa itu guilt trip?
Menurut Verywell Mind, guilt trip merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk membuat orang lain merasa bersalah atau bertanggung jawab. Tujuannya tidak lain adalah untuk memanipulasi emosi dan perilaku dari korbannya. Tindakan ini umumnya muncul dalam hubungan dekat seperti pasangan, keluarga, orang tua, pertemanan atau bahkan rekan kerja.
2. Berpotensi Melukai Harga Diri
Meskipun bagi beberapa orang tindakan ini terkesan sepele, faktanya memunculkan perasaan bersalah untuk mengubah perilaku seseorang dapat memberikan berbagai macam efek. Adapun efek langsung dari manipulasi psikologis ini meliputi:
a. Menimbulkan komunikasi dan hubungan yang tidak sehat
Baik disengaja atau tidak, tindakan manipulasi psikologis ini dapat menyebabkan komunikasi dan hubungan antara pelaku dan korban menjadi tidak sehat.
Hal ini dikarenakan korban bisa saja menyadari bahwa dirinya sedang dimanipulasi dan akhirnya merasa benci hingga kehilangan kepercayaan terhadap pelaku. Terlebih lagi tindakan manipulasi emosi bisa menimbulkan perasaan dendam yang bertahan lama.
Lebih parahnya lagi, tindakan ini bisa saja menjadi bumerang bagi si pelaku apabila korban ternyata justru melakukan sesuatu yang berlawanan dengan keinginan pelaku.
b. Melukai harga diri dan mengganggu kesehatan mental seseorang yang menjadi korban
Berdasarkan penelitian yang diterbitkan di ScienceDirect, munculnya perasaan bersalah yang berlebihan berpotensi menimbulkan atau memperburuk beberapa masalah kesehatan mental mulai dari gangguan kecemasan, obsessive compulsive disorder (OCD), dan depresi.
Selain itu, mengalami rasa bersalah yang secara tidak langsung menimbulkan tekanan bisa menyebabkan korban mengalami gangguan emosi seperti munculnya perasaan sedih, menyesal, dan khawatir yang mendalam. Di mana ini juga bisa meningkatkan ketegangan otot dan insomnia.
Bahkan perasaan bersalah yang muncul terus menerus akibat tindakan manipulasi emosi berpotensi mempengaruhi harga diri, yang kemudian menyebabkan seseorang itu menarik diri dari kehidupan sosial.
Meskipun begitu, tidak sedikit pula ahli yang berpendapat bahwa rasa bersalah yang ditimbulkan oleh tindakan ini tidak selalu berakibat buruk. Ini karena rasa bersalah yang muncul bisa saja membantu orang yang bersangkutan menyadari dan bisa memperbaiki kesalahannya. Termasuk mencegah agar kesalahan yang sama nantinya tidak terulang lagi.
Utamakan keamanan data: Data KTP Aman Terlindungi Dengan 5 Cara Berikut
3. Tanda-tanda Seseorang Menjadi Korban Guilt Trip
Pada dasarnya tindakan manipulasi psikologis ini sering kali tidak disadari oleh korbannya, terutama jika si pelaku termasuk pribadi yang cerdik dan licik. Nah, agar Sobat Pintar tidak menjadi korban, simak saja langsung tanda-tandanya di bawah ini.
a. Merasa seperti telah mengecewakan seseorang
Jika slobat pintar merasa seolah-olah tidak pernah bisa melakukan sesuatu dengan benar sehingga selalu menyebabkan seseorang merasa kecewa, kemungkinan seseorang itu telah melakukan tindakan manipulasi emosi.
Orang yang menggunakan taktik ini cenderung membuat korbannya merasa serba salah karena tidak bisa memenuhi keinginannya.
Selain dengan kata-kata, biasanya mereka menunjukkan rasa kesal dan ketidaksenangan pada apa yang korban lakukan dengan melakukan silent treatment. Termasuk juga menggunakan Bahasa tubuh seperti mendesah, menyilangkan tangan, atau membanting sesuatu.
b. Selalu setuju melakukan sesuatu berdasarkan syarat dan ketentuan tertentu
Salah satu tujuan seseorang melakukan tindakan manipulasi emosi adalah untuk membuat korbannya menuruti perkataan dan perintah pelaku, berdasarkan syarat dan ketentuan tertentu. Kemudian, pelaku akan membuat korban merasa bersalah jika tidak mematuhi persyaratan yang disepakati.
Misalnya, pasangan melarang Sobat Pintar untuk berteman dengan lawan jenis sebagai bukti cinta. Pasangan bahkan mungkin menekankan bahwa dia sudah melakukan dan mengorbankan banyak hal untuk Sobat Pintar, seolah-olah hanya dia yang selama ini berjuang dalam hubungan kalian.
Selain hubungan romantis, ini juga cukup sering terjadi dalam hubungan keluarga. Sebagai contoh, ibu biasanya meminta anaknya untuk membantu pekerjaan rumah jika ingin dianggap sebagai anak yang baik.
c. Selalu dibandingkan dengan seseorang yang dianggap lebih baik
Membandingkan korbannya dengan orang lain adalah taktik yang umum dilakukan oleh seseorang yang melakukan tindakan manipulasi emosi.
Di mana jika dianggap tidak bisa memenuhi standar atau ekspektasi pelaku, biasanya Sobat Pintar akan dibandingkan dengan orang lain. Mereka akan menyebut bahwa orang itu lebih sopan, lebih perhatian, lebih baik, dan lain sebagainya untuk membuat Sobat Pintar merasa seolah-olah tidak berharga.
d. Sulit untuk mengatakan ‘tidak’ pada permintaan dan perintah seseorang
Seseorang yang sering menjadi korban tindakan manipulasi emosi cenderung dihantui dengan perasaan bersalah, sehingga mereka selalu waspada agar tidak melakukan kesalahan yang lainnya. Hal ini membuat mereka semakin sulit untuk mengatakan ‘tidak’ karena tidak ingin membuat pelaku semakin kesal. Akibatnya, mereka yang menjadi korban akhirnya menyetujui hal-hal yang bahkan tidak mereka sukai atau inginkan.
e. Merasa seolah-olah menjadi satu-satunya orang yang paling dibutuhkan
Demi melancarkan aksinya, pelaku tindakan manipulasi emosi umumnya akan membuat Sobat Pintar merasa seolah-olah menjadi satu-satunya orang yang paling mereka butuhkan. Kemudian, tanpa sadar ini akan membuat Sobat Pintar merasa berkewajiban untuk selalu menyetujui permintaan pelaku.
f. Memuji seseorang untuk apapun yang dia lakukan
Sanjungan dan pujian memang selalu berhasil membuat seseorang merasa senang. Tetapi ini tentu saja akan menjadi sesuatu yang tidak menyenangkan jika Sobat Pintar harus selalu melakukannya untuk orang lain.
Ya, ini juga termasuk salah satu tanda dari tindakan manipulasi emosi. Di mana sebagai korban biasanya Sobat Pintar akan dibuat terus-menerus memuji pelaku, bahkan untuk hal-hal sepele.
Jika tidak bersedia melakukannya, biasanya pelaku akan terus menerus mengatakan bahwa mereka tidak akan mau melakukan atau mengerjakan sesuatu karena Sobat Pintar tidak menghargai apa yang mereka lakukan.
g. Tidak bisa lagi menjadi diri sendiri secara bebas
Perasaan tidak ingin mengecewakan orang lain nyatanya membuat korban juga cenderung selalu mengutamakan orang lain dibandingkan dirinya sendiri. Terutama orang-orang terdekatnya. Lambat laun ini membuat seseorang itu tidak bisa lagi bebas menjadi dirinya sendiri dan hanya menjadi robot milik pelaku.
Nah, itulah beberapa ciri bahwa Sobat Pintar sudah menjadi korban.
Tenang, masih ada kesempatan untuk mengatasinya dan mencegahnya agar tidak terjadi lagi. Bagaimana caranya?
Salah satu langkah mudah yang bisa Sobat Pintar lakukan tentu saja harus berani bersikap lebih tegas, terutama pada pelaku. Cobalah memulai dengan menolak permintaan atau perintah pelaku dengan baik-baik. Jika ternyata pelaku masih tetap menyerang Sobat Pintar dengan tindakan atau kata-katanya yang manipulatif, lebih baik Sobat Pintar menjaga jarak dengan pelaku.
Perlu Sobat Pintar ketahui bahwa seseorang juga lebih mungkin menjadi korban dari tindakan ini jika memiliki harga diri yang rendah. Jadi, selain melakukan tindakan di atas, cobalah untuk meningkatkan harga diri.
Tetapi jika Sobat Pintar sudah merasakan efek buruk seperti munculnya gangguan kecemasan, stress, atau depresi, segeralah untuk berkonsultasi dengan ahli.
Utamakan keamanan data: 3 Alasan Kredit Pintar Jadi Fintech P2P Lending Aman